05 Februari 2009

Refleksi diri dalam perjalanan aktifitas bersama PII

Pada mulanya saya mengenal PII pada tahun 1993 di sumenep dengan nama FKRI [Forum Komunikasi Remaja Islam] saat itu saya masih duduk di sekolah lanjutan pertama [SMPN I Sumenep] kelas 3. Dari sekolah lanjutan pertama sampai sekolah menengah atas, kegiatan FKRI ini sangat terkenal dikalangan pelajar setelah kegiatan OSIS.

Saya dikenalkan dengan FKRI ini diajak oleh sepupu saya mbak Nurjannah Diyah Hayati yang kebetulan pada waktu itu adalah salah satu Pengurus Daerah di organisasi FKRI ini. Saya tertarik ikut kegiatan FKRI ini awalnya karena anggotanya orang-orang yang berprestasi, rata-rata anggota OSIS dan berasal dari beragam sekolah baik sekolah swasta ataupun sekolah negeri dengan harapan bisa menimba ilmu,menambah pengalaman dan banyak teman.

FKRI disumenep mempunyai 3 komisariat yaitu komisariat kota, komisariat diponegoro yang ada dikota sumenep dan komisariat al furqon yang ada di kota kalianget.

Awal saya mengikuti kegiatan FKRI ini yakni dengan mengikuti pengajiannya yang biasa rutin dilaksanakan satiap hari sabtu malam [malam minggu] di komisariat kota. Karena rasa ingin tahu lebih jauh maka sayapun mulai mengagendakan waktu saya untuk mengikuti kegiatan FKRI lainnya. Selang 2 bulan saya menjadi anggota FKRI, saya ikut kegiatan PNWI [Pengkajian Nilai-nilai Wanita Islam] selama 2 hari. Dan kesan hari pertama acara itu adalah sangat membosankan karena memang pada waktu itu yang ngisi materi monoton sehingga dihari kedua pesertanya banyak yang tidak hadir. Pada waktu itu sebenarnya saya sendiri juga agak malas untuk hadir lagi. Akan tetapi dengan kesabarannya mbak diah merayu saya termasuk sampai dijemput akhirnya saya terpaksa hadir. Dihari kedua inilah saya mulai lebih santai dan mulai memahami materi yang diberikan mungkin karena cara penyampaiannya yang luwes sehingga gampang dimengerti. Dan pemandu yang saya senangi pada waktu itu adalah mbak Lystiyani putri , selain cara penyampaiannya enak, familier dia juga cantik. Dari sekian materi yang diberikan ada satu kalimat yang telah membuat terpacu semangat saya dan sampai sekarang jadi motto hidup saya "Tandang ke Gelanggang Walau hanya Seorang"

Diacara PNWI inilah saya mulai mengerti bahwa FKRI sebenarnya adalah organisasi PII [Pelajar Islam Indonesia] , organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah dengan bahasa ekstrim adalah organisasi pelajar yang dilarang dimana kita didoktrin untuk tetap menutupi identitas diri dengan tetap memakai baju FKRI jika ada orang luar tanya [tutup mata dan kunci mulut rapat-rapat serta buka telinga lebar-lebar]. Tentunya doktrin seperti ini bagi kami yang anggota baru merupakan uji mental dengan rasa kekawatiran antara mundur menjadi anggota atau tetap dengan siap menanggung segala resiko. Terus terang sebenarnya saya sempat down tapi karena rasa penasaran yang kuat dan rasa ingin tahu yang lebih akhirnya bisa mengalahkan segalanya. Informasipun saya cari tetang apa dan bagaimana PII dulu, alhamdulillah informasipun cepat didapat karena kebetulan keluarga besar saya termasuk ayah saya ternyata dulu juga PII. Dan palle saya [sepupu ayah] yang bernama Amar Ma’ruf adalah Pengurus Wilayah Jawa Timur waktu saya masuk PII. Atas dasar inilah semakin membulatkan tekat dan semangat saya untuk tetap ikut PII. Dan keputusan saya ini ternyata tidak serta merta didukung oleh ibu saya karena dikhawatirkan tidak bisa membagi waktu antara organisasi dan sekolah. Akan tetapi saya tetap jalan terus mengikuti kegiatan-kegiatan PII karena ayah saya mendorong, menyemangati saya dan membantu saya untuk memberi alasan pada ibu saya untuk kegiatan yang membutuhkan waktu yang lama. Satu hal yang sangat saya ingat ayah saya berkeinginan agar kami menjadi anak yang mandiri tidak tergantung orang lain [saya sesaudara 2 perempuan semua], selama ini saya bisa dibilang orang rumahan, kemana-mana dilarang apalagi sampai keluar kota karena saya yang tidak punya saudara laki-laki yang bisa melindungi saya selain ayah. karena saking sayangnya ibu pada saya, kekawatiran ibu

Pada waktu itu saya ditunjuk ikut training BLT [Basic Leadership Training] di Pare Kediri bersama kak Widartono tahun 1993. Sungguh ini adalah pengalaman pertama yang sangat mengesankan bagi saya. Dimana saya bersama kak widartono sama-sama belum pernah lepas dari orang tua, sama-sama belum pernah pergi keluar kota [luar sumenep] apalagi dengan naik bis tanpa diantar siapapun. Bisa dibayangkan betapa tegangnya kami pada waktu itu, tidak bisa tidur karena takut kelewatan sehingga hampir banyak orang kak widartono tanyai “Apa benar bis ini mau ke terminal Bungorasih Surabaya ??? dengan pertanyaan yang sama. Jika ingat semua itu, kadang saya sering tertawa sendiri sungguh benar-benar pengalaman yang mengasikkan dan menuntut kami untuk mandiri “malu bertanya sesat dijalan”.

Di training BLT ini pengetahuan sayapun semakin bertambah trutama tentang PII, banyak teman [mbk ani, kak zainul abidin , kak ali ahsan dll], wawasan sayapun mulai bertambah apalagi sejak ikut training PKP [Perkampungan Kerja Pelajar] tahun 1994 di Pare Kediri bersama dengan mbak Sophi Damayanti dan mbak Istifariana. Dengan instruktur pemandu: kak Ridwan, kak Akbar Muzakki, kak Hanif, kak Winarko Ispodin, kak Sudarno Hadi, mbak Muqoni’ah, mbak Vivin, kak Hasyim atas api, Ninis Erawati,Yundarini, Rizal Aminuddin, dsb. Dan temanpun semakin bertambah seperti; kak Ahmad Arifin, mbak Yeni, mbak Marlichah, kak Afifi Rahman, kak Andi Rafsanjani, mbak Risa dsb. Ditraining PKP ini kami digembleng untuk terjung langsung kemasyarakat dan tinggal disana dengan karakter lingkungan yang berbeda serta aliran yang dianutnya. Training PKP ini bisa disamakan seperti KKN [Kuliah Kerja Nyata]. Dan kebetulan saya tinggal disuatu keluarga yang bernama Bapak Kamali di desa krecek pare kediri dengan saudara yang berbeda aliran [2 aliran Muhammadaiyah, 2 aliran NU, dan 2 aliran LDII]. Disini saya dituntut untuk belajar lebih banyak terutama dalam hidup bermasyarakat.

Seiring berjalannya waktu sayapun semakin aktif untuk mengikuti kegiatan PII seperti acara KONDA [Konfrensi Daerah], mengikuti training PII lainnya, megikuti acara HARBA PII , menjadi tuan rumah acara training BLT di Sumenep dsb. Dengan ikut PII inilah akhirnya saya bisa belajar banyak hal dan saya rasakan manfaatnya dan akhirnya ibu yang pertama melarang saya untuk ikut PII sekarang berbalik mendorong saya untuk aktif bahkan menyarankan saya untuk mengikutsertakan adik [Citra Dewi M]. Dukungan Ibu begitu bermakna terutama saat acara training BKK di gedung YPAA Sumenep, saat itu selain sebagai panitia saya juga diberi tanggung jawab untuk menjadi pemandu. Pengurus Wilayah yang datang saat itu adalah Kak Winarko Ispodin dan Kak Dadang [Oktober ‘95]. Saat yang bersamaan ayah saya [Djamal Qodri Hakam] lagi sakit keras yang juga membutuhkan Perhatian saya sebagai tanggungjawab sebagai anak kepada orang tua. Ketika saya memutuskan untuk ijin tidak hadir di acara PII, ayah dan ibu saya melarang keras bahkan semakin meyakinkan saya untuk tetap tidak meninggalkan acara dengan alasan tanggungjawab dan amanat yang telah dipercayakan teman PII jauh lebih besar. Training itupun jadi saya ikuti meski seringkali bolak balik untuk menjenguk Ayah. Sungguh pada hari terakhir acara, saya mendapat susulan dari adik saya yang mengabarkan kalau ayah semakin parah dan memanggil nama saya. Selang beberapa jam dari itu akhirnya Ayah saya menghembuskan nafas yang terakhirnya. Sungguh ini adalah cobaan berat bagi saya tapi saya yakin bahwa semuanya sudah diatur oleh ALLAH SWT

Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hikmahnya. Kedua orang tua saya terutama ayah senantisa mengajarkan bahwa sebuah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan dan jiwa besar untuk melakukannya, meski dalam kenyataannya terkadang sangat sulit.

Pengalaman Selama Berkiprah di Kepengurusan

Secara garis besar perlu saya ceritakan kondisi PII disumenep pada waktu itu bisa dikata lumayan ideal ditimbang kondisi PII di daerah lainnya. Karena secara strukrtural PII di Sumenep mempunyai Kepengurusan Daerah, ada 3 Kepengurusan Komisariat, ada 2 binaan Tunas dengan usia 6-12 tahun [laki-laki dibina Brigade dan perempuan dibina PII Wati]. Dan kepengurusan ini semuanya ada orangnya meski suatu hal yang wajar bahwa ada yang aktif dan tidak. Meski begitu program kami masih jalan. Yang menjadi kendala utama adalah masalah pengkaderan dan pengadaan dana.

Usaha yang kami lakukan untuk masalah pengkaderan adalah dengan membina anak tunas, mengadakan perlombaan yang melibatkan banyak sekolah, bekerjasama dengan OSIS dalam penyebaran zakat, mengadakan study club gratis semua mata pelajaran bagi pelajar terutama ditekankan bagi anggota sendiri dengan melibatkan Keluarga Besar dan Pengurus yang dianggap mampu dalam bidang study tersebut, tadabbur alam, bakti sosial dan mengikutsertakan anggota ikut training-training PII. Untuk saya pribadi, langkah awal saya lakukan pada keluarga saya sendiri terutama adik saya [Citra Dewi Masithah] Yang kemudian berlanjut pada saudara sepupu saya seperti Endang Agustini, Januar Iskandar Ruqqi, Fadilah Hidayati [tunas] dan teman-teman saya.

Sedang untuk masalah pendanaan selain ada iuran pengurus, donatur dari Keluarga Besar dan simpatisan kami juga melakukan kegiatan seperti membuat kerajinan tempat pensil dari kain dengan orientasi pelajar [anggota&pengurus] dengan harga yang terjangkau, membuat kue atau makanan lain yang dijual ke anggota, pengurus & Keluarga Besar dengan patungan modal antara komisariat dan daerah. Dimana membuat kuenya bersama, dijual bersama dan keuntunganpun dibagi bersama rata. Dengan begitu, keuntungan dana kita dapat, kerjasama terjalin, komunikasipun lancar. Perolehan dana juga bisa kami dapatkan dari sisa kami mengadakan acara lomba, pengiriman anggota ikut training ketempatan training dan juga bisa mengajukan proposal kegiatan yang ditujukan pada KABAG SOSIAL Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep yang kebetulan Kepala Bagian Sosialnya adalah Keluarga Besar PII.

Dan alhamdulillah berbagai ikhtiar telah nyata menampakkan hasil meski kami harus menjalaninya dengan sabar dan sungguh - sungguh. Bagaimanapun juga permasalahan intern dan externpun turut mewarnai aktifitas kami selama di PII.

Suatu hal yang perlu kita ingat bahwa jika kita melakukan sesuatu harus total, sungguh jangan setengah-setengah, sebab apa yang kita peroleh akan setengah juga. Banyak manfaat yang saya dapatkan dulu di PII, semakin terasa sekarang setelah saya berumah tangga dan hidup bermasyarakat. Apalagi seperti saya, yang ikut suami tinggal di Lumajang dengan lingkungan yang baru dan masyarakat yang lebih majemuk. Dulu saya pernah berjanji dalam hati bahwa mumpung sebelum menikah saya akan total megikuti kegiatan PII dan menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dan jika menikah kelak saya tidak boleh aktif lagi, ilmu yang saya dapatkan bisa bermanfaat paling tidak untuk saya sendiri dan keluarga syukur-syukur juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Dan selama ini saya orangnya boleh dibilang ngalem pada siapa saja terutama pada orang yang lebih tua diatas saya. Tapi alhamdulillah sejak saya mendapat gemblengan dari PII saya sedikit demi sedikit akhirnya berubah menjadi mandiri dan bisa mengendalikan diri apalagi setelah saya mendapatkan suami yang juga seorang aktifis [mantan aktifis kampus yang kini lebih banyak aktif di media], selalu mendorong dan terus menyemangati saya untuk maju dan terus berkarya seperti menulis pengalaman ini. Satu hal yang menjadi motivasi bahwa saya harus berusaha melakukan hal dan sesuatu yang bermanfaat untuk memberikan warna ditengah realitas hidup yang penuh dengan warna.

Segelintir pengalaman ini mungkin tidak ada apa-apanya dibanding pengalaman teman-teman PII lainnya…Semoga segelitir pengalaman ini bermanfaat.

Untuk menjadi catatan PII adalah sebuah jalan panjang untuk beraktifitas yang menempa setiap kadernya menjadi kader yang istiqomah dan amanah. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama harus bisa dirangkaikan agar bisa bermanfaat untuk diri, keluarga, bangsa dan agama. Dan kita harus berusaha meski kita sadari bahwa hal itu tidak mudah karena memang butuh perjuangan dan pengorbanan.

MARS PII

Pelajar Islam siaplah sedia
Majulah ke muka
Agama kita kembangkan dengan seksama

Putra dan putri
Insyafkan rakyat semua
Dalam memeluk agama
Islam nan jaya

Reff:
Tegak berdiri Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan sentosa
Putra dan putrinya
Siap membela bangsanya

Bercita-cita Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan teguhnya
Membina negara jaya Indonesia

KENANGAN LATIHAN

Kenangan indah penuh syahu
Sepekan kita bertemu
Melatih jiwa dan pribadi
Calon pemimpin yang tangguh

Harus kutaati peraturan
Didalam masa bimbingan
Agar lepas dari kecerobohan
Sadarlah wahai engkau kawan

Tibalah kita akan berpisah

Selamat jalan oh…kawan
Semoga Allah meridhoi
Jalan kita masih panjang


Ya Benar...Sungguh Jalan Kita Memang Masihlah Panjang....!!!