15 Agustus 2009

Investasi 10 Ribu Dapat Hak Usaha Plus Bonus E-book, Program, Script, Website Promosi Siap Pakai dll. Mari mewujudkan kesuksesan bersama...!!!

Program Investasi dana-syariah memprioritaskan kebersamaan dan kesejahteraan bersama, dengan di kelola oleh admin yang profesional demi penunjang kesuksesan bersama.
Setiap member yang bergabung dalam Program Investasi ini hendaknya di-niat-kan secara tulus ikhlas membeli produk dan untuk beramal/shodaqoh membantu sesama, Dengan demikian Program ini akan membawa manfaat dan menjadi jembatan untuk mewujudkan kesuksesan bersama...Insyaallah

Kelebihan Program Investasi Dana Syariah :
  • Cukup dengan Rp.10.000 Kita bisa beramal,berinvestasi,Insya Allah akan mendapatkan penghasilan.
  • 100 % bukan money game karena ada produk yang dijual yang berupa e-book, program, script dan aneka Rahasia, tips dan triks Internet yang insyaallah bermanfaat jadi dengan berinvestasi di program ini kita tidak akan dirugikan samasekali.
  • Setiap member yang berinvestasi dalam program ini otomatis mendapatkan Website investasi siap pakai. Ya kita tidak perlu lagi membuat website atau mempelajari ebook. Kita tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk membayar website tersebut alias GRATIS. Website inilah yang nantinya akan bekerja secara otomatis 24 jam.
  • Setiap Member akan di berikan panduan sangat sederhana tentang strategi bagaimana cara menghasilkan pendapatan dari program Dana-Syariah.com secara efisien.
  • 10% dari dana yang terkumpul 1 bulan akan disisihkan dan digunakan untuk kepentingan sosial.Hanya dengan keikhlasan maka akan mendatangkan rejeki yang Barokah dan Amanah "Insya Allah.
UNTUK BERGABUNG, Caranya mudah dan Prosesnya Cepat, Silahkan KLIK DISINI

Info lengkap klik banner dibawah ini :



Sumber : http://danasyariah2009.blogspot.com

10 Juni 2009

Jembatan Suramadu berdiri diatas tiang sejarah yang terlupakan


Jembatan Suramadu sepanjang 5.438 meter hari ini diresmikan, Suramadu tercatat sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara (hingga saat ini), Suramadu-pun diyakini bakal menjadi landmark dan icon Indonesia.

Peresmian Suramadu ditengah masa kampanye pilpres dan diresmikan oleh salah seorang kandidat tentu menuai kontroversi dan bahkan disisi lain sangat rentan politisasi, karenanya menjadi penting bagi kita untuk melihat suramadu dalam konteks kesejarahan, menelusuri jejak-jejak panjang yang telah dirintis dan digulirkan untuk mewujudkan proyek raksasa penghubung jawa dan madura.

Berikut kilasan fakta sejarah :
Gagasan Suramadu berawal pada 1960-an saat guru besar dari ITB (Intitute Teknologi Bandung) Prof Dr Setyadmo (alm) mengusulkan terobosan berani di zaman itu, yaitu menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Ide gila itu mendapat respon berbagai pihak, dan pada 1965 dibuat desain oleh ITB jembatan melintasi Selat madura tersebut.

Gagasan dan konsep pengembangan jembatan antarpulau tersebut, tahun 1986 dikemukakan kepada penguasa orde baru saat itu, Soeharto. Namun, meluas tidak hanya menyatukan Pulau Jawa dan Sumatra saja, tapi juga Pulau Jawa-Madura dan Jawa-Bali, dikenal dengan nama Tri Nusa Bima Sakti.
Menristek, Kepala BPPT saat itu, B.J. Habibie, mendapat tugas untuk mengkaji pembangunan tiga jembatan spekatakuler menyatukan Pulau Sumatera dan Jawa, berikutnya Pulau Jawa dan Madura serta Pulau Jawa dan Bali.

Dari tiga jembatan melintasi selat yang menyatukan pulau satu dengan lainnya itu, secara teknologi dan finansial, tahap awal lebih memungkinkan menyatukan Pulau Jawa dengan Madura. Jembatan sepanjang lebih dari lima kilometer di Selat Madura itu dibangun dengan kontruksi konvensional berupa tiang pancang beton dengan bentang tengah berupa konstruksi gantung seperti halnya golden gate di San Fransisco, AS.
Sementara pembangunan jembatan di Selat Sunda, memerlukan dana besar dan teknologi mumpuni (sepanjang sekitar 26 km). Sedangkan jembatan yang menyatukan Jawa dan Bali, selain palung di Selat Bali dalam yang memerlukan teknologi khusus, juga adanya tentangan dari pemerintah dan masyarakat Pulau Dewata, yang kuatir arus urbanisadi dari Jawa ke Bali makin tinggi.
Namun, pecinta lingkungan berdalih lain, jembatan Jawa-Bali akan merusak habitat burung endemis Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pasalnya, jalan akses jembatan melintas Selat Bali tersebut menembus atau membelah kawasan TNBB.

Akhir tahun 1980-an, ide pembangunan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) terus bergulir. Keinginan merealisasikan jembatan Suramadu makin mengebu, pada awal tahun 1990-an dimana gubernur Jatim saat itu dijabat Soelarso, B.J. Habibie kembali menggulir rencana pembangunan jembatan melintasi Selat Madura.
Ini seiring dengan dikukuhkannya pembangunan jembatan Suramadu sebagai jembatan nasional melalui Keputusan Presiden, Nomor 55 Tahun 1990.

Di Era Gubernur Soelarso, mulai melakukan pembebasan lahan di sisi Surabaya maupun Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura. Perjalanan jembatan Suramadu tertatih-tatih, dimana saat gubernur Jatim dijabat Basofi Soedirman, pada akhir masa jabatannya dan Habibie menjabat presiden di awal orde reformasi, wujud fisik jembatan belum juga tampak.
Baru saat Presiden digenggam Megawati Soekarnoputri-lah pada 20 Agustus tahun 2003, wujud fisik pembangunan jembatan Suramadu mulai tampak. Selebihnya pemerintahan SBY tinggal melanjutkan dan merampungkan mega proyek fenomenal tersebut.

Semoga jembatan suramadu mendatangkan madu-madu yang lebih besar lagi bagi masyarakat jawa-madura dan indonesia...Wallahua'lam

Bagaimana kita menyikapi fenomena ini..Lanjoet welcome welcome

Sumber :
http://lumajang-online.com/forum/index.php?topic=1055.0

05 Mei 2009

Ragam Budaya, Khasanah Sejarah dan Pesona Alam Kabupaten Sumenep

Peta Potensi Wisata di Kabupaten Sumenep

Masjid Agung dengan Arsitektur yang unik multietnik

Kabupaten Sumenep terbagi dalam dua bagian, yakni Sumenep daratan dan Sumenep kepulauan. Dengan kondisi geografis seperti itu, memungkinkan kabupaten tersebut memiliki sejumlah objek wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. MiringSecara umum pesona alam yang bisa dijual dari kabupaten itu selain objek wisata alam yang menawarkan seni budaya, juga ada lokasi-lokasi wisata spiritual, yang mengandalkan berbagai peninggalan sejarah bernapaskan Islam. Objek wisata itu kebanyakan berupa bangunan bersejarah yang ikut menandai perjalanan hidup Kabupaten Sumenep.
Objek wisata alam antara lain Pantai Lombang yang mempunyai hamparan pasir putih, diteduhi pohon cemara udang sepanjang 12 km. Begitu rimbunnya jajaran pohon cemara di sepanjang pantai itu, membuat pantai di sebelah utara Madura itu seolah-olah taman raksasa. Apalagi, ombaknya yang tenang dengan kejernihan air lautnya membuat kesan tersendiri. Pantai itu hanya berjarak sekitar 30 km arah timur laut Kota Sumenep.


Ada juga Pantai Slopeng yang menawarkan keindahan yang tak kalah menariknya dengan pantai lainnya. Pantai yang terletak 21 km arah utara Kota Sumenep itu termasuk dalam Kecamatan Dasuk. Pantainya landai, diteduhi deretan pohon palem dan kelapa. Pasir pantainya juga menarik perhatian karena berwarna putih. Tak mengherankan jika setiap liburan pantai itu selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal karena ombaknya yang tenang.
Sayang sekali potensi wisata itu belum dikelola secara profesional sehingga keberadaannya belum bisa dijadikan andalan untuk menarik devisa. Karena itu, pihak swasta diminta andilnya untuk bekerja sama agar potensi wisata tersebut bisa memberikan tambahan untuk mengisi kas daerah.

Demikian pula potensi wisata alam lainnya yang terletak di Kepulauan Kangean, perlu penanganan secara terpadu agar menghasilkan manfaat finansial bagi daerah. Di kepulauan itu setidaknya terdapat 30 pulau yang membentang di wilayah Kabupaten Sumenep bagian timur. Di antaranya Pulau Kangean, Salor, Saobi, Paliat, Sabuten, Sapeken, Sasel, serta Sepanjang. Pulau Kangean menawarkan wisata bawah laut dengan terumbu karang yang masih alami dan indah.


Daya tarik lainnya yang menonjol di Sumenep adalah bangunan bersejarah, misalnya Masjid Agung Sumenep yang berada persis di tengah-tengah kota. Bangunan yang masih berdiri dengan megah dan terpelihara itu didirikan pada 1779 M dan selesai tahun 1787 M. Masjid yang didirikan pada zaman Panembahan Sumolo tersebut merupakan satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia. Masjid itu memiliki arsitektur yang indah dan khas karena merupakan perpaduan antara gaya Islam, Eropa, dan China.


Selain Masjid Agung Sumenep, peninggalan Panembahan Sumolo yang bergelar Pangeran Nata Kusumah adalah bangunan Keraton Sumenep. Keraton tersebut dibangun pada 1780 M sebagai bangunan bersejarah. Keraton itu sampai saat ini masih kerap difungsikan. Pemerintah Kabupaten Sumenep sering menggunakan Keraton Sumenep sebagai tempat perhelatan resmi pemerintahan. Pintu gerbang keraton dihiasi Labang Mesem Gapura beratap susun.


Gerbang Labang Mesem merupakan pintu masuk menuju pendopo Keraton Sumenep. Sebagai pintu gerbang, bangunan itu dilengkapi dengan atap bersusun tiga berbentuk limas. Ini adalah corak arsitektur Jawa. Bagian depan bangunan berupa pintu yang berbentuk lengkung selayaknya corak arsitektur Timur Tengah. Sementara itu, bagian atas bangunan berbentuk segitiga, dihiasi profil-profil sebagaimana corang bangunan di Eropa.


Masih dalam bagian keraton, tempat yang tak boleh dilewatkan para wisatawan adalah Taman Sare. Taman ini merupakan tempat pemandian para putri raja zaman dahulu kala. Taman ini terletak di sebelah timur Pendopo Agung Keraton. Sampai sekarang pemandian ini masih dilestarikan.

Tak hanya masjid dan keraton, Kabupaten Sumenep juga memiliki bangunan-bangunan unik lainnya yang bisa dijadikan sebagai objek wisata spiritual. Sebut saja Asta Tinggi yang merupakan tempat kuburan raja-raja Sumenep, yang berdiri sejak tahun 1644 M. Lokasinya terletak di Desa Kebun Agung, sekitar 2,5 km arah barat laut dari Kota Sumenep.


Lalu ada lagi yang disebut Asta Yusuf, yakni sebuah makam seorang penyebar agama Islam di Kabupaten Sumenep. Makam ini sering dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Asta ini terletak di Kecamatan Talango, arah timur dari Kota Sumenep berjarak sekitar 11 km, melalui penyeberangan di Pelabuhan Kalianget.

(Sumber : Pesona Alam Sumenep, Perlu Penanganan Profesional)
Link : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=216969

“Madura, Akulah Darahmu” seutuhnya

Di atasmu, bongkahan batu yang bisu
Tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
Biar berguling di atas duri hati tak kan luka
Meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
Dan aku
Anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
Kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
Bahwa aku sapi kerapan
Yang lahir dari senyum dan airmatamu

Seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
Sebasah madu hinggaplah
Menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
Emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

Di sini
Perkenankan aku berseru:
- madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun
kubasuhi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi kerapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu
aku lari mengejar ombak, aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku

di ubun langit kuucapkan sumpah:
- madura, akulah darahmu.

(D. Zawawi Imron, 1996)

Puisi "IBU" (Buah Karya D. Zawawi Imron)

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting

hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau

sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku

dan ibulah yang meletakkan aku di sini

saat bunga kembang menyemerbak bau sayang

ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera

sempit lautan teduh

tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang padaku

menyuruhku menulis langit biru

dengan sajakku.


(Karya D. Zawawi Imron - Duta Madura Untuk Sastra Indonesia Modern)

04 Mei 2009

JALAN PANJANG PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) MEMBINA KADER PEMIMPIN BANGSA YANG BERKEPRIBADIAN DAN BERPERADABAN ISLAM


Pelajar Islam Indonesia (PII), Kiprah dan Pergerakannya telah teruji dan memberi kontribusi yang besar bagi ummat dan bangsa. Gagasan untuk mendirikan PII adalah upaya untuk menutup adanya jurang pemisah yang sekian lama diciptakan oleh penjajah antara pelajar umum (hasil didikan pola belanda) dengan santri (pelajar Islam) hasil didikan pesantren yang sesungguhnya adalah sama – sama “pelajar” dari keluarga muslim.

Adalah Seorang Pelajar bernama Joesdi Ghozali yang menjadi inspirator pembentukan wadah bagi para pelajar Islam yang ketika itu belum terkoordinasi, cita – cita itu dirintis dalam pertemuan di Gedung SMP Negeri II Secodiningratan, Jalan Senopati Yogyakarta dengan dihadiri oleh Joesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amir Syahri, Ibrahim Zarkasji dan Noorsjaf yang menghasilkan kesepakatan pembentukan yang akan diusulkan dalam forum kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang dilangsungkan pada tanggal 30 Maret – 1 April 1947 di Gedung Muallimin, Yogyakarta.

Dalam Kongres GPII itulah Anton Timur Djaelani yang menjabat sebagai Pimpinan Pusat GPII bagian pelajar mengemukakan masalah GPII bagian pelajar dan pada saat itulah Joesdi Ghozali mengemukakan ide tentang perlunya organisasi pelajar yang terpisah sehingga kemudian timbullah diskusi diantara para utusan kongres yang sebagian besar akhirnya menyetujui lepasnya GPII bagian pelajar untuk dilebur menjadi Organisasi Pelajar Islam Indonesia. Dalam Kongres itu juga disusun draft AD/ART PII yang dibagikan kepada semua utusan untuk dibahas di daerahnya masing – masing.

Pada Hari Ahad, 4 Mei 1947 diadakan pertemuan di Gedung GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta yang secara resmi menetapkan AD/ART dan Mendeklarasikan penggabungan beberapa organisasi pelajar seperti Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia Yogyakarta (PPII), Gerakan Pemuda Islam Indonesia Bagian Pelajar, Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS) dan Persatuan Kursus Islam Sekolah Menengah Surabaya (Perkisem) atas dasar kesamaan azas dan cita – cita. Pada tanggal 4 Mei itulah Pengurus Besar PII Pertama terbentuk dan sejak itulah tanggal 4 Mei dijadikan Hari Kebangkitan PII, disingkat HARBA PII, hari lahirnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam terhadap agama, nusa dan bangsa.

PII ditengah Bahaya Merah PKI

Karena situasi negara yang masih “membara” untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang baru diproklamasikan maka dalam tubuh PII muncul gagasan perlunya “Sumbangan PII dalam pertahanan dan pembelaan Negara”, sehingga dalam konferensi Besar I di Ponorogo terbentuklah “Brigade PII” yang dikomandani oleh Abdul Fattah Permana sebagai wadah untuk menyalurkan anggota PII yang berbakat di bidang ketentaraan ke Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah yang pada perkembanganya merupakan cikal bakal lahirnya TRI atau TNI dibawah kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman.

Dalam kesempatan menghadiri peringatan HARBA PII pertama di Yogyakarta, Pak Dirman memberikan sambutannya yang dapat dikutip sebagai berikut :

“Teruskan perjuanganmu, hai anak – anakku PII, negara kita adalah negara baru, didalamnya penuh onak dan duri, kesukaran dan tantangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia!”

Jika pada tahun 1945 GPII berhasil mencegah dominasi organisasi Pemuda Indonesia oleh Ideologi Kiri yang terlibat Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, demikian pula PII berhasil mencegah dominasi organisasi pelajar dari ideologi merah.

PII dengan Brigadenya berdampingan dengan laskar – laskar lainnya dari bangsa Indonesia terjun ke medan – medan pertempuran untuk mengusir penjajah yang ingin menjajah kembali negeri ini dan menumpas pemberontakan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO) di bawah pimpinan Amir Syarifuddin dari Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan Muso di Madiun pada tahun 1948.

Selanjutnya, PII terlibat aktif dalam Konferensi Pemuda Antar Indonesia yang dihadiri oleh 28 organisasi pemuda dari seluruh tanah air, Konferensi ini pada tanggal 17 Agustus 1949 berhasil melahirkan sikap dan tekad Generasi Muda Indonesia yang dikenal sebagai “Manifest Pemuda Indonesia”, yang salah satu isinya adalah :

“Pembaharuan tekad, tenaga dan pikiran untuk melanjutkan perjuangan pemuda seluruh Indonesia dengan pedoman : berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, bertujuan kesempurnaan Negara Republik Indonesia yang satu, berdaulat dan merdeka, yang meliputi Kepulauan Indonesia (termasuk Irian Barat), dengan semboyan : satu bangsa, satu bahasa, satu negara Indonesia, dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dan bendera merah putih”

Manifest Pemuda tersebut ditandatangani oleh 28 wakil – wakil organisasi pemuda Indonesia, sedangkan dari PII yang ikut menandatangani adalah A. Halim Tuasikal.

Satu lagi Peran penting PII yang patut dicatat adalah keterlibatannya dalam Kongres Muslimin Indonesia (20-25 Desember 1949) yang turut melahirkan Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dengan pimpinan terpilih antara lain : KH A. Ghaffar Ismail, Anwar Haryono, dan Wali Al Fatah.

Dalam Kongres inilah PII mengajukan 5 (lima) pernyataan sikap yang sangat bersejarah yaitu :

  1. Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah Masyumi
  2. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII
  3. Adanya Satu Organisasi Pelajar Islam, ialah PII
  4. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI dan
  5. Adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan)

Seiring Bahaya Merah PKI yang masih mengancam generasi muda Indonesia maka PII merasa terpanggil untuk menentukan sikap. Pada Kongres Pemuda Indonesia di Surabaya (14-15 Juni 1950), PII melihat adanya ketidakserasian karena masing – masing golongan ingin saling menguasai. Blok – blokan ini terjadi karena Kongres Pemuda ini banyak ditunggangi oleh aliran kiri (Pesindo Pemuda Rakyat), bahkan mereka secara terang-terangan memasang gambar foto “suripto”, salah seorang pemimpin pemberontakan PKI di Madiun. Atas dasar inilah Pengurus Besar PII secara tegas memutuskan menolak bergabung dalam Front Pemuda Indonesia.

Pada tahun 1965, PII dengan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI)-nya dibawah kepimpinan M. Husnie Thamrin yang menjadi Ketua KAPPI Pusat menjadi ujung tombak angkatan enam – enam, menumpas G30S/PKI sampai ke akar – akarnya.

PII dan Gerakan Amal Sholeh

Setelah PKI Bubar dan pemerintahan beralih dari orde lama ke orde baru maka PII mengubah haluannya yakni tidak lagi terjun ke kancah politik praktis dengan kembali kepada ideologi perjuangan semula sebagai organisasi pelajar dengan mengaktulisasikan diri dalam Program GAS (Gerakan Amal Sholeh) yang terkenal dengan slogan Kembali ke Masjid, kembali ke Bangku Sekolah dan Kembali ke Kampung. GAS merupakan usaha PII untuk ikut menanggulangi krisis moral yang melanda generasi muda sekaligus mengarahkan PII untuk bergiat dalam pendidikan dalam rangka membangun bangsa dan negara yang diridhoi Allah SWT.

Sebagai organisasi massa sosial dan pendidikan, PII telah mempunyai suatu sistem latihan yang efektif bagi generasi muda yaitu :

  1. Latihan Kepemimpinan (Leadership Training) bagi para anggotanya dari mulai tingkat dasar sampai tingkat lanjutan
  2. Latihan Kejiwaan (Mental Training) dan pesantren kilat yang terbuka untuk semua generasi muda.
  3. Latihan Kerja Kemasyarakatan (Perkampungan Kerja Pelajar/Pemuda) dan Brigade Pembangunan yang terbuka untuk semua generasi muda.

PII dan masa depan Kepemimpinan Nasional

Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dengan pemberdayaan potensi pelajar dan generasi muda yang senantiasa diperjuangkannya, menjadikan PII membuka jalan bagi mempersiapkan kader – kader pemimpin yang berkepribadian dan berperadaban Islam. Jadi tidaklah berlebihan jika kini banyak nama – nama alumni PII yang berkiprah dan berperan strategis di berbagai bidang termasuk juga dalam hiruk pikuk pentas politik negeri ini.

Meski PII memiliki kedekatan sejarah dan emosional dengan Partai Masyumi yang dikenal sebagai Keluarga Besar Bulan Bintang namun PII maupun Keluarga Besar PII tetap independen dan tidak ber-afiliasi pada salah satu partai politik tertentu.

Kendati sebagian besar mantan petinggi PII melabuhkan pilihan politiknya kepada PBB (Partai Bulan Bintang / Partai Bintang Bulan) diantaranya Dr. Anwar Haryono, Hussein Umar, Abdul Qodir Djaelani, Hartono Marjono, dan banyak yang tidak tersebutkan namun tidak sedikit mantan aktivis PII yang berkiprah di partai lain seperti AM Saefuddin dan Husni Thamrin di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Abdul Hakam Naja dan AM Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN) dan beberapa diantaranya juga menjadi deklarator dan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti Mutammimul Ula.

Dibalik fakta ini PII sebagai organisasi pelajar dituntut untuk tampil independen dan tidak larut dalam pragmatisme politik sebab PII dengan Gerakan Amal Sholeh-nya senantiasa dinanti kiprah dan sumbangsih-nya dalam mempersiapkan kader-kader ummat dan bangsa yang berkepribadian dan berperadaban Islam.

(Ditulis Oleh : Badrut Tamam Gaffas dan Badriyah Handayani untuk Bulan Bintang Media, Sebagian materi tulisan ini dikutip dari Buku “Pak Timur Menggores Sejarah”, Penerbit PT. Bulan Bintang, Cetakan I tahun 1997, Editor : H.M Natsir Zubaidi dan Moch Lukman Fatahullah Rais, SH.)

Sumber :

http://dunia.pelajar-islam.or.id/ dan http://bulanbintang.wordpress.com

Semangat 4 Mei Semangat Kebangkitan Pelajar Islam Indonesia (PII)



Hari ini kita kembali memperingati Hari Bangkit (HARBA PII) ke 62 yang jatuh pada 4 Mei 2009, pada awal kelahirannya Kebangkitan diterjemahkan sebagai lahirnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam terhadap agama, nusa dan bangsa. Dimensi Kebangkitan Rata Penuhmelalui manifestasi semangat 4 Mei akan senantiasa berkembang bersama dinamika bangsa dan tantangan zamannya.

Tatkala Ibu Pertiwi menghadapi beratnya fase perjuangan kemerdekaan Gelora Kebangkitan itu kemudian melahirkan Brigade PII sebagai bagian upaya pertahanan dan pembelaan negara serta menyalurkan tenaga – tenaga muda PII kedalam laskar – laskar perjuangan seperti Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah.

Dalam menyikapi Ideologi Merah khususnya Komunisme, Pelajar Islam Indonesia dengan semangat 4 Mei-nya memilih bersikap moderat namun kenyataan dalam prakteknya ideologi merah kemudian menjelma dalam tipologi gerakan massa yang konfrontatif, massive dan dekat dengan anarkisme sehingga akhirnya memantik lahirnya Bahaya Merah dan membuat PII harus bangkit dan tegas bersikap, pada tahun 1950 dalam Kongres Pemuda Indonesia di Surabaya PII menolak bergabung dalam Front Pemuda Indonesia lantaran kongres pemuda tersebut menjadi ajang blok – blokan, saling menguasai dan banyak ditunggangi oleh kepentingan kelompok kiri yang dimotori oleh Pesindo Pemuda Rakyat.
Pasca peristiwa 1965 Pelajar Islam Indonesia bersama komponen bangsa lainnya bergerak dalam sebuah Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Islam (KAPPI), “Bangkit” bersama mengawal tiga tuntutan rakyat (Tritura) sebagai Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera).

Arah Kebangkitan PII semakin jelas dan fokus dengan lahirnya Gerakan Amal Sholeh (GAS) dengan slogannya yang terkenal Kembali ke Sekolah, Kembali ke Masjid dan Kembali Ke Kampung, melalui Gerakan Amal Sholeh Pelajar Islam Indonesia bangkit untuk ikut menanggulangi Krisis Moral yang melanda Generasi Muda.
Pelajar Islam Indonesia juga bergiat bangkit dalam pembinaan generasi muda melalui Sistem Pembinaan Potensi Pelajar dan Generasi Muda seperti Leadership Basic Training (LBT), Mental Training (Mentra) dan Perkampungan Kerja Pelajar/Pemuda (PKP).

Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dengan pemberdayaan potensi pelajar dan generasi muda yang senantiasa diperjuangkannya berhasil “Bangkit” dan membuka jalan bagi mempersiapkan kader – kader pemimpin masa depan. Keluarga Besar PII kini tersebar dan giat berkarya di berbagai bidang pembangunan, sebagian KB PII juga tampil kedepan sebagai kader – kader partai yang berhasil memberi warna di berbagai Partai Politik. Ditengah tarikan – tarikan politik dan godaan kekuasaan, PII sebagai organisasi pelajar dituntut untuk “Bangkit” menjaga independensi dan tidak larut dalam pragmatisme politik.

Dengan Semangat 4 Mei Pelajar Islam Indonesia harus senantiasa “Bangkit” menjaga “eksistensinya” sebagai organisasi pelajar yang tak pernah berhenti membina dan mempersiapkan kader – kader ummat dan kader – kader pemimpin bangsa yang berkepribadian Islam dan berperadaban Islam.


SELAMAT BER-HARI BANGKIT !!!

(Sumber : HARBA dan PII yang terbangkitkan dari Masa ke Masa)

07 Maret 2009

Prof. Anton Timur Djaelani, MA , Sang Tokoh Pendiri PII itu kini telah Tiada

Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Berduka Cita yang mendalam atas Wafatnya Prof. Anton Timur Djaelani MA, mantan Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama yang berpulang ke rahmatullah pada usia 86 tahun, Sabtu (7/2), pukul 11 WIB, di kediamannya Jl. Kramat VII Nomor 9, Jakarta Pusat.

Profesor Anton Timur Djaelani, pendiri organisasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) dirawat di Rumah Sakit Titi Murni, Jakarta, karena serangan stroke.
Menurut Ida Hamid, anak sulung Anton Timur Djaelani, sejak Kamis pagi ayahnya muntah-muntah disertai tensi darah naik. Ketika itu gula darahnya drop. “Tensi darahnya naik jadi 170,” katanya Jumat (23/2) malam ini. “Dokter menyatakan beliau terkena stroke berat.

Almarhum yang lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 27 Desember 1922 juga merupakan tokoh pejuang dan pendiri organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) pada 4 Mei 1947. Jenazahnya semula akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Singaparna, Tasikmalaya. Namun atas permintaan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni dan Wakil Ketua MPR AM Fatwa yang hadir melayat di kediaman kepada istri almarhum, Ny. Tejaningsih, akhirnya disepakati jenazah akan dimakamkan di komplek UIN Syarif Hidayatullah Ciputat pada hari Ahad, pukul 12.00. Tampak hadir takziyah Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, Menteri Kehutanan MS Ka`ban, Kabalitbang Depag Atho Mudzhar dan Kapus Pinmas Masyhuri AM, serta sejumlah kerabat dan kader PII dan HMI.

Almarhum pada tahun 50-an menjadi guru di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN). Tahun 1956 meneruskan studi di Kanada, seusai pensiun dari Depag aktif di bidang pendidikan antara lain di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Universitas Juanda Bogor dan Ketua STAI Thawalib Jakarta (1985-1997).Beliau bukan hanya aset Depag tapi juga merupakan aset nasional.
Selain itu pernah menjadi delegasi Indonesia pada World Conference on Religion and Peace di New Delhi (1981), Seoul (1986), Kathmandu (1990) dan Roma (1994). Mendapat julukan sebagai Architect of Indonesian Dialogue.

Semoga Amal Ibadah dan Perjuangan Alm. Pak Timur diterima oleh Allah SWT...Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un


Sumber : http://laskarhijau.com/forum/index.php?topic=10.0

05 Februari 2009

Refleksi diri dalam perjalanan aktifitas bersama PII

Pada mulanya saya mengenal PII pada tahun 1993 di sumenep dengan nama FKRI [Forum Komunikasi Remaja Islam] saat itu saya masih duduk di sekolah lanjutan pertama [SMPN I Sumenep] kelas 3. Dari sekolah lanjutan pertama sampai sekolah menengah atas, kegiatan FKRI ini sangat terkenal dikalangan pelajar setelah kegiatan OSIS.

Saya dikenalkan dengan FKRI ini diajak oleh sepupu saya mbak Nurjannah Diyah Hayati yang kebetulan pada waktu itu adalah salah satu Pengurus Daerah di organisasi FKRI ini. Saya tertarik ikut kegiatan FKRI ini awalnya karena anggotanya orang-orang yang berprestasi, rata-rata anggota OSIS dan berasal dari beragam sekolah baik sekolah swasta ataupun sekolah negeri dengan harapan bisa menimba ilmu,menambah pengalaman dan banyak teman.

FKRI disumenep mempunyai 3 komisariat yaitu komisariat kota, komisariat diponegoro yang ada dikota sumenep dan komisariat al furqon yang ada di kota kalianget.

Awal saya mengikuti kegiatan FKRI ini yakni dengan mengikuti pengajiannya yang biasa rutin dilaksanakan satiap hari sabtu malam [malam minggu] di komisariat kota. Karena rasa ingin tahu lebih jauh maka sayapun mulai mengagendakan waktu saya untuk mengikuti kegiatan FKRI lainnya. Selang 2 bulan saya menjadi anggota FKRI, saya ikut kegiatan PNWI [Pengkajian Nilai-nilai Wanita Islam] selama 2 hari. Dan kesan hari pertama acara itu adalah sangat membosankan karena memang pada waktu itu yang ngisi materi monoton sehingga dihari kedua pesertanya banyak yang tidak hadir. Pada waktu itu sebenarnya saya sendiri juga agak malas untuk hadir lagi. Akan tetapi dengan kesabarannya mbak diah merayu saya termasuk sampai dijemput akhirnya saya terpaksa hadir. Dihari kedua inilah saya mulai lebih santai dan mulai memahami materi yang diberikan mungkin karena cara penyampaiannya yang luwes sehingga gampang dimengerti. Dan pemandu yang saya senangi pada waktu itu adalah mbak Lystiyani putri , selain cara penyampaiannya enak, familier dia juga cantik. Dari sekian materi yang diberikan ada satu kalimat yang telah membuat terpacu semangat saya dan sampai sekarang jadi motto hidup saya "Tandang ke Gelanggang Walau hanya Seorang"

Diacara PNWI inilah saya mulai mengerti bahwa FKRI sebenarnya adalah organisasi PII [Pelajar Islam Indonesia] , organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah dengan bahasa ekstrim adalah organisasi pelajar yang dilarang dimana kita didoktrin untuk tetap menutupi identitas diri dengan tetap memakai baju FKRI jika ada orang luar tanya [tutup mata dan kunci mulut rapat-rapat serta buka telinga lebar-lebar]. Tentunya doktrin seperti ini bagi kami yang anggota baru merupakan uji mental dengan rasa kekawatiran antara mundur menjadi anggota atau tetap dengan siap menanggung segala resiko. Terus terang sebenarnya saya sempat down tapi karena rasa penasaran yang kuat dan rasa ingin tahu yang lebih akhirnya bisa mengalahkan segalanya. Informasipun saya cari tetang apa dan bagaimana PII dulu, alhamdulillah informasipun cepat didapat karena kebetulan keluarga besar saya termasuk ayah saya ternyata dulu juga PII. Dan palle saya [sepupu ayah] yang bernama Amar Ma’ruf adalah Pengurus Wilayah Jawa Timur waktu saya masuk PII. Atas dasar inilah semakin membulatkan tekat dan semangat saya untuk tetap ikut PII. Dan keputusan saya ini ternyata tidak serta merta didukung oleh ibu saya karena dikhawatirkan tidak bisa membagi waktu antara organisasi dan sekolah. Akan tetapi saya tetap jalan terus mengikuti kegiatan-kegiatan PII karena ayah saya mendorong, menyemangati saya dan membantu saya untuk memberi alasan pada ibu saya untuk kegiatan yang membutuhkan waktu yang lama. Satu hal yang sangat saya ingat ayah saya berkeinginan agar kami menjadi anak yang mandiri tidak tergantung orang lain [saya sesaudara 2 perempuan semua], selama ini saya bisa dibilang orang rumahan, kemana-mana dilarang apalagi sampai keluar kota karena saya yang tidak punya saudara laki-laki yang bisa melindungi saya selain ayah. karena saking sayangnya ibu pada saya, kekawatiran ibu

Pada waktu itu saya ditunjuk ikut training BLT [Basic Leadership Training] di Pare Kediri bersama kak Widartono tahun 1993. Sungguh ini adalah pengalaman pertama yang sangat mengesankan bagi saya. Dimana saya bersama kak widartono sama-sama belum pernah lepas dari orang tua, sama-sama belum pernah pergi keluar kota [luar sumenep] apalagi dengan naik bis tanpa diantar siapapun. Bisa dibayangkan betapa tegangnya kami pada waktu itu, tidak bisa tidur karena takut kelewatan sehingga hampir banyak orang kak widartono tanyai “Apa benar bis ini mau ke terminal Bungorasih Surabaya ??? dengan pertanyaan yang sama. Jika ingat semua itu, kadang saya sering tertawa sendiri sungguh benar-benar pengalaman yang mengasikkan dan menuntut kami untuk mandiri “malu bertanya sesat dijalan”.

Di training BLT ini pengetahuan sayapun semakin bertambah trutama tentang PII, banyak teman [mbk ani, kak zainul abidin , kak ali ahsan dll], wawasan sayapun mulai bertambah apalagi sejak ikut training PKP [Perkampungan Kerja Pelajar] tahun 1994 di Pare Kediri bersama dengan mbak Sophi Damayanti dan mbak Istifariana. Dengan instruktur pemandu: kak Ridwan, kak Akbar Muzakki, kak Hanif, kak Winarko Ispodin, kak Sudarno Hadi, mbak Muqoni’ah, mbak Vivin, kak Hasyim atas api, Ninis Erawati,Yundarini, Rizal Aminuddin, dsb. Dan temanpun semakin bertambah seperti; kak Ahmad Arifin, mbak Yeni, mbak Marlichah, kak Afifi Rahman, kak Andi Rafsanjani, mbak Risa dsb. Ditraining PKP ini kami digembleng untuk terjung langsung kemasyarakat dan tinggal disana dengan karakter lingkungan yang berbeda serta aliran yang dianutnya. Training PKP ini bisa disamakan seperti KKN [Kuliah Kerja Nyata]. Dan kebetulan saya tinggal disuatu keluarga yang bernama Bapak Kamali di desa krecek pare kediri dengan saudara yang berbeda aliran [2 aliran Muhammadaiyah, 2 aliran NU, dan 2 aliran LDII]. Disini saya dituntut untuk belajar lebih banyak terutama dalam hidup bermasyarakat.

Seiring berjalannya waktu sayapun semakin aktif untuk mengikuti kegiatan PII seperti acara KONDA [Konfrensi Daerah], mengikuti training PII lainnya, megikuti acara HARBA PII , menjadi tuan rumah acara training BLT di Sumenep dsb. Dengan ikut PII inilah akhirnya saya bisa belajar banyak hal dan saya rasakan manfaatnya dan akhirnya ibu yang pertama melarang saya untuk ikut PII sekarang berbalik mendorong saya untuk aktif bahkan menyarankan saya untuk mengikutsertakan adik [Citra Dewi M]. Dukungan Ibu begitu bermakna terutama saat acara training BKK di gedung YPAA Sumenep, saat itu selain sebagai panitia saya juga diberi tanggung jawab untuk menjadi pemandu. Pengurus Wilayah yang datang saat itu adalah Kak Winarko Ispodin dan Kak Dadang [Oktober ‘95]. Saat yang bersamaan ayah saya [Djamal Qodri Hakam] lagi sakit keras yang juga membutuhkan Perhatian saya sebagai tanggungjawab sebagai anak kepada orang tua. Ketika saya memutuskan untuk ijin tidak hadir di acara PII, ayah dan ibu saya melarang keras bahkan semakin meyakinkan saya untuk tetap tidak meninggalkan acara dengan alasan tanggungjawab dan amanat yang telah dipercayakan teman PII jauh lebih besar. Training itupun jadi saya ikuti meski seringkali bolak balik untuk menjenguk Ayah. Sungguh pada hari terakhir acara, saya mendapat susulan dari adik saya yang mengabarkan kalau ayah semakin parah dan memanggil nama saya. Selang beberapa jam dari itu akhirnya Ayah saya menghembuskan nafas yang terakhirnya. Sungguh ini adalah cobaan berat bagi saya tapi saya yakin bahwa semuanya sudah diatur oleh ALLAH SWT

Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hikmahnya. Kedua orang tua saya terutama ayah senantisa mengajarkan bahwa sebuah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan dan jiwa besar untuk melakukannya, meski dalam kenyataannya terkadang sangat sulit.

Pengalaman Selama Berkiprah di Kepengurusan

Secara garis besar perlu saya ceritakan kondisi PII disumenep pada waktu itu bisa dikata lumayan ideal ditimbang kondisi PII di daerah lainnya. Karena secara strukrtural PII di Sumenep mempunyai Kepengurusan Daerah, ada 3 Kepengurusan Komisariat, ada 2 binaan Tunas dengan usia 6-12 tahun [laki-laki dibina Brigade dan perempuan dibina PII Wati]. Dan kepengurusan ini semuanya ada orangnya meski suatu hal yang wajar bahwa ada yang aktif dan tidak. Meski begitu program kami masih jalan. Yang menjadi kendala utama adalah masalah pengkaderan dan pengadaan dana.

Usaha yang kami lakukan untuk masalah pengkaderan adalah dengan membina anak tunas, mengadakan perlombaan yang melibatkan banyak sekolah, bekerjasama dengan OSIS dalam penyebaran zakat, mengadakan study club gratis semua mata pelajaran bagi pelajar terutama ditekankan bagi anggota sendiri dengan melibatkan Keluarga Besar dan Pengurus yang dianggap mampu dalam bidang study tersebut, tadabbur alam, bakti sosial dan mengikutsertakan anggota ikut training-training PII. Untuk saya pribadi, langkah awal saya lakukan pada keluarga saya sendiri terutama adik saya [Citra Dewi Masithah] Yang kemudian berlanjut pada saudara sepupu saya seperti Endang Agustini, Januar Iskandar Ruqqi, Fadilah Hidayati [tunas] dan teman-teman saya.

Sedang untuk masalah pendanaan selain ada iuran pengurus, donatur dari Keluarga Besar dan simpatisan kami juga melakukan kegiatan seperti membuat kerajinan tempat pensil dari kain dengan orientasi pelajar [anggota&pengurus] dengan harga yang terjangkau, membuat kue atau makanan lain yang dijual ke anggota, pengurus & Keluarga Besar dengan patungan modal antara komisariat dan daerah. Dimana membuat kuenya bersama, dijual bersama dan keuntunganpun dibagi bersama rata. Dengan begitu, keuntungan dana kita dapat, kerjasama terjalin, komunikasipun lancar. Perolehan dana juga bisa kami dapatkan dari sisa kami mengadakan acara lomba, pengiriman anggota ikut training ketempatan training dan juga bisa mengajukan proposal kegiatan yang ditujukan pada KABAG SOSIAL Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep yang kebetulan Kepala Bagian Sosialnya adalah Keluarga Besar PII.

Dan alhamdulillah berbagai ikhtiar telah nyata menampakkan hasil meski kami harus menjalaninya dengan sabar dan sungguh - sungguh. Bagaimanapun juga permasalahan intern dan externpun turut mewarnai aktifitas kami selama di PII.

Suatu hal yang perlu kita ingat bahwa jika kita melakukan sesuatu harus total, sungguh jangan setengah-setengah, sebab apa yang kita peroleh akan setengah juga. Banyak manfaat yang saya dapatkan dulu di PII, semakin terasa sekarang setelah saya berumah tangga dan hidup bermasyarakat. Apalagi seperti saya, yang ikut suami tinggal di Lumajang dengan lingkungan yang baru dan masyarakat yang lebih majemuk. Dulu saya pernah berjanji dalam hati bahwa mumpung sebelum menikah saya akan total megikuti kegiatan PII dan menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dan jika menikah kelak saya tidak boleh aktif lagi, ilmu yang saya dapatkan bisa bermanfaat paling tidak untuk saya sendiri dan keluarga syukur-syukur juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Dan selama ini saya orangnya boleh dibilang ngalem pada siapa saja terutama pada orang yang lebih tua diatas saya. Tapi alhamdulillah sejak saya mendapat gemblengan dari PII saya sedikit demi sedikit akhirnya berubah menjadi mandiri dan bisa mengendalikan diri apalagi setelah saya mendapatkan suami yang juga seorang aktifis [mantan aktifis kampus yang kini lebih banyak aktif di media], selalu mendorong dan terus menyemangati saya untuk maju dan terus berkarya seperti menulis pengalaman ini. Satu hal yang menjadi motivasi bahwa saya harus berusaha melakukan hal dan sesuatu yang bermanfaat untuk memberikan warna ditengah realitas hidup yang penuh dengan warna.

Segelintir pengalaman ini mungkin tidak ada apa-apanya dibanding pengalaman teman-teman PII lainnya…Semoga segelitir pengalaman ini bermanfaat.

Untuk menjadi catatan PII adalah sebuah jalan panjang untuk beraktifitas yang menempa setiap kadernya menjadi kader yang istiqomah dan amanah. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama harus bisa dirangkaikan agar bisa bermanfaat untuk diri, keluarga, bangsa dan agama. Dan kita harus berusaha meski kita sadari bahwa hal itu tidak mudah karena memang butuh perjuangan dan pengorbanan.

MARS PII

Pelajar Islam siaplah sedia
Majulah ke muka
Agama kita kembangkan dengan seksama

Putra dan putri
Insyafkan rakyat semua
Dalam memeluk agama
Islam nan jaya

Reff:
Tegak berdiri Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan sentosa
Putra dan putrinya
Siap membela bangsanya

Bercita-cita Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan teguhnya
Membina negara jaya Indonesia

KENANGAN LATIHAN

Kenangan indah penuh syahu
Sepekan kita bertemu
Melatih jiwa dan pribadi
Calon pemimpin yang tangguh

Harus kutaati peraturan
Didalam masa bimbingan
Agar lepas dari kecerobohan
Sadarlah wahai engkau kawan

Tibalah kita akan berpisah

Selamat jalan oh…kawan
Semoga Allah meridhoi
Jalan kita masih panjang


Ya Benar...Sungguh Jalan Kita Memang Masihlah Panjang....!!!