05 Mei 2009

Ragam Budaya, Khasanah Sejarah dan Pesona Alam Kabupaten Sumenep

Peta Potensi Wisata di Kabupaten Sumenep

Masjid Agung dengan Arsitektur yang unik multietnik

Kabupaten Sumenep terbagi dalam dua bagian, yakni Sumenep daratan dan Sumenep kepulauan. Dengan kondisi geografis seperti itu, memungkinkan kabupaten tersebut memiliki sejumlah objek wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. MiringSecara umum pesona alam yang bisa dijual dari kabupaten itu selain objek wisata alam yang menawarkan seni budaya, juga ada lokasi-lokasi wisata spiritual, yang mengandalkan berbagai peninggalan sejarah bernapaskan Islam. Objek wisata itu kebanyakan berupa bangunan bersejarah yang ikut menandai perjalanan hidup Kabupaten Sumenep.
Objek wisata alam antara lain Pantai Lombang yang mempunyai hamparan pasir putih, diteduhi pohon cemara udang sepanjang 12 km. Begitu rimbunnya jajaran pohon cemara di sepanjang pantai itu, membuat pantai di sebelah utara Madura itu seolah-olah taman raksasa. Apalagi, ombaknya yang tenang dengan kejernihan air lautnya membuat kesan tersendiri. Pantai itu hanya berjarak sekitar 30 km arah timur laut Kota Sumenep.


Ada juga Pantai Slopeng yang menawarkan keindahan yang tak kalah menariknya dengan pantai lainnya. Pantai yang terletak 21 km arah utara Kota Sumenep itu termasuk dalam Kecamatan Dasuk. Pantainya landai, diteduhi deretan pohon palem dan kelapa. Pasir pantainya juga menarik perhatian karena berwarna putih. Tak mengherankan jika setiap liburan pantai itu selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal karena ombaknya yang tenang.
Sayang sekali potensi wisata itu belum dikelola secara profesional sehingga keberadaannya belum bisa dijadikan andalan untuk menarik devisa. Karena itu, pihak swasta diminta andilnya untuk bekerja sama agar potensi wisata tersebut bisa memberikan tambahan untuk mengisi kas daerah.

Demikian pula potensi wisata alam lainnya yang terletak di Kepulauan Kangean, perlu penanganan secara terpadu agar menghasilkan manfaat finansial bagi daerah. Di kepulauan itu setidaknya terdapat 30 pulau yang membentang di wilayah Kabupaten Sumenep bagian timur. Di antaranya Pulau Kangean, Salor, Saobi, Paliat, Sabuten, Sapeken, Sasel, serta Sepanjang. Pulau Kangean menawarkan wisata bawah laut dengan terumbu karang yang masih alami dan indah.


Daya tarik lainnya yang menonjol di Sumenep adalah bangunan bersejarah, misalnya Masjid Agung Sumenep yang berada persis di tengah-tengah kota. Bangunan yang masih berdiri dengan megah dan terpelihara itu didirikan pada 1779 M dan selesai tahun 1787 M. Masjid yang didirikan pada zaman Panembahan Sumolo tersebut merupakan satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia. Masjid itu memiliki arsitektur yang indah dan khas karena merupakan perpaduan antara gaya Islam, Eropa, dan China.


Selain Masjid Agung Sumenep, peninggalan Panembahan Sumolo yang bergelar Pangeran Nata Kusumah adalah bangunan Keraton Sumenep. Keraton tersebut dibangun pada 1780 M sebagai bangunan bersejarah. Keraton itu sampai saat ini masih kerap difungsikan. Pemerintah Kabupaten Sumenep sering menggunakan Keraton Sumenep sebagai tempat perhelatan resmi pemerintahan. Pintu gerbang keraton dihiasi Labang Mesem Gapura beratap susun.


Gerbang Labang Mesem merupakan pintu masuk menuju pendopo Keraton Sumenep. Sebagai pintu gerbang, bangunan itu dilengkapi dengan atap bersusun tiga berbentuk limas. Ini adalah corak arsitektur Jawa. Bagian depan bangunan berupa pintu yang berbentuk lengkung selayaknya corak arsitektur Timur Tengah. Sementara itu, bagian atas bangunan berbentuk segitiga, dihiasi profil-profil sebagaimana corang bangunan di Eropa.


Masih dalam bagian keraton, tempat yang tak boleh dilewatkan para wisatawan adalah Taman Sare. Taman ini merupakan tempat pemandian para putri raja zaman dahulu kala. Taman ini terletak di sebelah timur Pendopo Agung Keraton. Sampai sekarang pemandian ini masih dilestarikan.

Tak hanya masjid dan keraton, Kabupaten Sumenep juga memiliki bangunan-bangunan unik lainnya yang bisa dijadikan sebagai objek wisata spiritual. Sebut saja Asta Tinggi yang merupakan tempat kuburan raja-raja Sumenep, yang berdiri sejak tahun 1644 M. Lokasinya terletak di Desa Kebun Agung, sekitar 2,5 km arah barat laut dari Kota Sumenep.


Lalu ada lagi yang disebut Asta Yusuf, yakni sebuah makam seorang penyebar agama Islam di Kabupaten Sumenep. Makam ini sering dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Asta ini terletak di Kecamatan Talango, arah timur dari Kota Sumenep berjarak sekitar 11 km, melalui penyeberangan di Pelabuhan Kalianget.

(Sumber : Pesona Alam Sumenep, Perlu Penanganan Profesional)
Link : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=216969

“Madura, Akulah Darahmu” seutuhnya

Di atasmu, bongkahan batu yang bisu
Tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
Biar berguling di atas duri hati tak kan luka
Meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
Dan aku
Anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
Kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
Bahwa aku sapi kerapan
Yang lahir dari senyum dan airmatamu

Seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
Sebasah madu hinggaplah
Menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
Emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

Di sini
Perkenankan aku berseru:
- madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun
kubasuhi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi kerapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu
aku lari mengejar ombak, aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku

di ubun langit kuucapkan sumpah:
- madura, akulah darahmu.

(D. Zawawi Imron, 1996)

Puisi "IBU" (Buah Karya D. Zawawi Imron)

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting

hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau

sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku

dan ibulah yang meletakkan aku di sini

saat bunga kembang menyemerbak bau sayang

ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera

sempit lautan teduh

tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang padaku

menyuruhku menulis langit biru

dengan sajakku.


(Karya D. Zawawi Imron - Duta Madura Untuk Sastra Indonesia Modern)

04 Mei 2009

JALAN PANJANG PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) MEMBINA KADER PEMIMPIN BANGSA YANG BERKEPRIBADIAN DAN BERPERADABAN ISLAM


Pelajar Islam Indonesia (PII), Kiprah dan Pergerakannya telah teruji dan memberi kontribusi yang besar bagi ummat dan bangsa. Gagasan untuk mendirikan PII adalah upaya untuk menutup adanya jurang pemisah yang sekian lama diciptakan oleh penjajah antara pelajar umum (hasil didikan pola belanda) dengan santri (pelajar Islam) hasil didikan pesantren yang sesungguhnya adalah sama – sama “pelajar” dari keluarga muslim.

Adalah Seorang Pelajar bernama Joesdi Ghozali yang menjadi inspirator pembentukan wadah bagi para pelajar Islam yang ketika itu belum terkoordinasi, cita – cita itu dirintis dalam pertemuan di Gedung SMP Negeri II Secodiningratan, Jalan Senopati Yogyakarta dengan dihadiri oleh Joesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amir Syahri, Ibrahim Zarkasji dan Noorsjaf yang menghasilkan kesepakatan pembentukan yang akan diusulkan dalam forum kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang dilangsungkan pada tanggal 30 Maret – 1 April 1947 di Gedung Muallimin, Yogyakarta.

Dalam Kongres GPII itulah Anton Timur Djaelani yang menjabat sebagai Pimpinan Pusat GPII bagian pelajar mengemukakan masalah GPII bagian pelajar dan pada saat itulah Joesdi Ghozali mengemukakan ide tentang perlunya organisasi pelajar yang terpisah sehingga kemudian timbullah diskusi diantara para utusan kongres yang sebagian besar akhirnya menyetujui lepasnya GPII bagian pelajar untuk dilebur menjadi Organisasi Pelajar Islam Indonesia. Dalam Kongres itu juga disusun draft AD/ART PII yang dibagikan kepada semua utusan untuk dibahas di daerahnya masing – masing.

Pada Hari Ahad, 4 Mei 1947 diadakan pertemuan di Gedung GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta yang secara resmi menetapkan AD/ART dan Mendeklarasikan penggabungan beberapa organisasi pelajar seperti Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia Yogyakarta (PPII), Gerakan Pemuda Islam Indonesia Bagian Pelajar, Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS) dan Persatuan Kursus Islam Sekolah Menengah Surabaya (Perkisem) atas dasar kesamaan azas dan cita – cita. Pada tanggal 4 Mei itulah Pengurus Besar PII Pertama terbentuk dan sejak itulah tanggal 4 Mei dijadikan Hari Kebangkitan PII, disingkat HARBA PII, hari lahirnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam terhadap agama, nusa dan bangsa.

PII ditengah Bahaya Merah PKI

Karena situasi negara yang masih “membara” untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang baru diproklamasikan maka dalam tubuh PII muncul gagasan perlunya “Sumbangan PII dalam pertahanan dan pembelaan Negara”, sehingga dalam konferensi Besar I di Ponorogo terbentuklah “Brigade PII” yang dikomandani oleh Abdul Fattah Permana sebagai wadah untuk menyalurkan anggota PII yang berbakat di bidang ketentaraan ke Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah yang pada perkembanganya merupakan cikal bakal lahirnya TRI atau TNI dibawah kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman.

Dalam kesempatan menghadiri peringatan HARBA PII pertama di Yogyakarta, Pak Dirman memberikan sambutannya yang dapat dikutip sebagai berikut :

“Teruskan perjuanganmu, hai anak – anakku PII, negara kita adalah negara baru, didalamnya penuh onak dan duri, kesukaran dan tantangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia!”

Jika pada tahun 1945 GPII berhasil mencegah dominasi organisasi Pemuda Indonesia oleh Ideologi Kiri yang terlibat Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, demikian pula PII berhasil mencegah dominasi organisasi pelajar dari ideologi merah.

PII dengan Brigadenya berdampingan dengan laskar – laskar lainnya dari bangsa Indonesia terjun ke medan – medan pertempuran untuk mengusir penjajah yang ingin menjajah kembali negeri ini dan menumpas pemberontakan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO) di bawah pimpinan Amir Syarifuddin dari Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan Muso di Madiun pada tahun 1948.

Selanjutnya, PII terlibat aktif dalam Konferensi Pemuda Antar Indonesia yang dihadiri oleh 28 organisasi pemuda dari seluruh tanah air, Konferensi ini pada tanggal 17 Agustus 1949 berhasil melahirkan sikap dan tekad Generasi Muda Indonesia yang dikenal sebagai “Manifest Pemuda Indonesia”, yang salah satu isinya adalah :

“Pembaharuan tekad, tenaga dan pikiran untuk melanjutkan perjuangan pemuda seluruh Indonesia dengan pedoman : berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, bertujuan kesempurnaan Negara Republik Indonesia yang satu, berdaulat dan merdeka, yang meliputi Kepulauan Indonesia (termasuk Irian Barat), dengan semboyan : satu bangsa, satu bahasa, satu negara Indonesia, dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dan bendera merah putih”

Manifest Pemuda tersebut ditandatangani oleh 28 wakil – wakil organisasi pemuda Indonesia, sedangkan dari PII yang ikut menandatangani adalah A. Halim Tuasikal.

Satu lagi Peran penting PII yang patut dicatat adalah keterlibatannya dalam Kongres Muslimin Indonesia (20-25 Desember 1949) yang turut melahirkan Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dengan pimpinan terpilih antara lain : KH A. Ghaffar Ismail, Anwar Haryono, dan Wali Al Fatah.

Dalam Kongres inilah PII mengajukan 5 (lima) pernyataan sikap yang sangat bersejarah yaitu :

  1. Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah Masyumi
  2. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII
  3. Adanya Satu Organisasi Pelajar Islam, ialah PII
  4. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI dan
  5. Adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan)

Seiring Bahaya Merah PKI yang masih mengancam generasi muda Indonesia maka PII merasa terpanggil untuk menentukan sikap. Pada Kongres Pemuda Indonesia di Surabaya (14-15 Juni 1950), PII melihat adanya ketidakserasian karena masing – masing golongan ingin saling menguasai. Blok – blokan ini terjadi karena Kongres Pemuda ini banyak ditunggangi oleh aliran kiri (Pesindo Pemuda Rakyat), bahkan mereka secara terang-terangan memasang gambar foto “suripto”, salah seorang pemimpin pemberontakan PKI di Madiun. Atas dasar inilah Pengurus Besar PII secara tegas memutuskan menolak bergabung dalam Front Pemuda Indonesia.

Pada tahun 1965, PII dengan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI)-nya dibawah kepimpinan M. Husnie Thamrin yang menjadi Ketua KAPPI Pusat menjadi ujung tombak angkatan enam – enam, menumpas G30S/PKI sampai ke akar – akarnya.

PII dan Gerakan Amal Sholeh

Setelah PKI Bubar dan pemerintahan beralih dari orde lama ke orde baru maka PII mengubah haluannya yakni tidak lagi terjun ke kancah politik praktis dengan kembali kepada ideologi perjuangan semula sebagai organisasi pelajar dengan mengaktulisasikan diri dalam Program GAS (Gerakan Amal Sholeh) yang terkenal dengan slogan Kembali ke Masjid, kembali ke Bangku Sekolah dan Kembali ke Kampung. GAS merupakan usaha PII untuk ikut menanggulangi krisis moral yang melanda generasi muda sekaligus mengarahkan PII untuk bergiat dalam pendidikan dalam rangka membangun bangsa dan negara yang diridhoi Allah SWT.

Sebagai organisasi massa sosial dan pendidikan, PII telah mempunyai suatu sistem latihan yang efektif bagi generasi muda yaitu :

  1. Latihan Kepemimpinan (Leadership Training) bagi para anggotanya dari mulai tingkat dasar sampai tingkat lanjutan
  2. Latihan Kejiwaan (Mental Training) dan pesantren kilat yang terbuka untuk semua generasi muda.
  3. Latihan Kerja Kemasyarakatan (Perkampungan Kerja Pelajar/Pemuda) dan Brigade Pembangunan yang terbuka untuk semua generasi muda.

PII dan masa depan Kepemimpinan Nasional

Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dengan pemberdayaan potensi pelajar dan generasi muda yang senantiasa diperjuangkannya, menjadikan PII membuka jalan bagi mempersiapkan kader – kader pemimpin yang berkepribadian dan berperadaban Islam. Jadi tidaklah berlebihan jika kini banyak nama – nama alumni PII yang berkiprah dan berperan strategis di berbagai bidang termasuk juga dalam hiruk pikuk pentas politik negeri ini.

Meski PII memiliki kedekatan sejarah dan emosional dengan Partai Masyumi yang dikenal sebagai Keluarga Besar Bulan Bintang namun PII maupun Keluarga Besar PII tetap independen dan tidak ber-afiliasi pada salah satu partai politik tertentu.

Kendati sebagian besar mantan petinggi PII melabuhkan pilihan politiknya kepada PBB (Partai Bulan Bintang / Partai Bintang Bulan) diantaranya Dr. Anwar Haryono, Hussein Umar, Abdul Qodir Djaelani, Hartono Marjono, dan banyak yang tidak tersebutkan namun tidak sedikit mantan aktivis PII yang berkiprah di partai lain seperti AM Saefuddin dan Husni Thamrin di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Abdul Hakam Naja dan AM Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN) dan beberapa diantaranya juga menjadi deklarator dan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti Mutammimul Ula.

Dibalik fakta ini PII sebagai organisasi pelajar dituntut untuk tampil independen dan tidak larut dalam pragmatisme politik sebab PII dengan Gerakan Amal Sholeh-nya senantiasa dinanti kiprah dan sumbangsih-nya dalam mempersiapkan kader-kader ummat dan bangsa yang berkepribadian dan berperadaban Islam.

(Ditulis Oleh : Badrut Tamam Gaffas dan Badriyah Handayani untuk Bulan Bintang Media, Sebagian materi tulisan ini dikutip dari Buku “Pak Timur Menggores Sejarah”, Penerbit PT. Bulan Bintang, Cetakan I tahun 1997, Editor : H.M Natsir Zubaidi dan Moch Lukman Fatahullah Rais, SH.)

Sumber :

http://dunia.pelajar-islam.or.id/ dan http://bulanbintang.wordpress.com

Semangat 4 Mei Semangat Kebangkitan Pelajar Islam Indonesia (PII)



Hari ini kita kembali memperingati Hari Bangkit (HARBA PII) ke 62 yang jatuh pada 4 Mei 2009, pada awal kelahirannya Kebangkitan diterjemahkan sebagai lahirnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam terhadap agama, nusa dan bangsa. Dimensi Kebangkitan Rata Penuhmelalui manifestasi semangat 4 Mei akan senantiasa berkembang bersama dinamika bangsa dan tantangan zamannya.

Tatkala Ibu Pertiwi menghadapi beratnya fase perjuangan kemerdekaan Gelora Kebangkitan itu kemudian melahirkan Brigade PII sebagai bagian upaya pertahanan dan pembelaan negara serta menyalurkan tenaga – tenaga muda PII kedalam laskar – laskar perjuangan seperti Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah.

Dalam menyikapi Ideologi Merah khususnya Komunisme, Pelajar Islam Indonesia dengan semangat 4 Mei-nya memilih bersikap moderat namun kenyataan dalam prakteknya ideologi merah kemudian menjelma dalam tipologi gerakan massa yang konfrontatif, massive dan dekat dengan anarkisme sehingga akhirnya memantik lahirnya Bahaya Merah dan membuat PII harus bangkit dan tegas bersikap, pada tahun 1950 dalam Kongres Pemuda Indonesia di Surabaya PII menolak bergabung dalam Front Pemuda Indonesia lantaran kongres pemuda tersebut menjadi ajang blok – blokan, saling menguasai dan banyak ditunggangi oleh kepentingan kelompok kiri yang dimotori oleh Pesindo Pemuda Rakyat.
Pasca peristiwa 1965 Pelajar Islam Indonesia bersama komponen bangsa lainnya bergerak dalam sebuah Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Islam (KAPPI), “Bangkit” bersama mengawal tiga tuntutan rakyat (Tritura) sebagai Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera).

Arah Kebangkitan PII semakin jelas dan fokus dengan lahirnya Gerakan Amal Sholeh (GAS) dengan slogannya yang terkenal Kembali ke Sekolah, Kembali ke Masjid dan Kembali Ke Kampung, melalui Gerakan Amal Sholeh Pelajar Islam Indonesia bangkit untuk ikut menanggulangi Krisis Moral yang melanda Generasi Muda.
Pelajar Islam Indonesia juga bergiat bangkit dalam pembinaan generasi muda melalui Sistem Pembinaan Potensi Pelajar dan Generasi Muda seperti Leadership Basic Training (LBT), Mental Training (Mentra) dan Perkampungan Kerja Pelajar/Pemuda (PKP).

Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dengan pemberdayaan potensi pelajar dan generasi muda yang senantiasa diperjuangkannya berhasil “Bangkit” dan membuka jalan bagi mempersiapkan kader – kader pemimpin masa depan. Keluarga Besar PII kini tersebar dan giat berkarya di berbagai bidang pembangunan, sebagian KB PII juga tampil kedepan sebagai kader – kader partai yang berhasil memberi warna di berbagai Partai Politik. Ditengah tarikan – tarikan politik dan godaan kekuasaan, PII sebagai organisasi pelajar dituntut untuk “Bangkit” menjaga independensi dan tidak larut dalam pragmatisme politik.

Dengan Semangat 4 Mei Pelajar Islam Indonesia harus senantiasa “Bangkit” menjaga “eksistensinya” sebagai organisasi pelajar yang tak pernah berhenti membina dan mempersiapkan kader – kader ummat dan kader – kader pemimpin bangsa yang berkepribadian Islam dan berperadaban Islam.


SELAMAT BER-HARI BANGKIT !!!

(Sumber : HARBA dan PII yang terbangkitkan dari Masa ke Masa)